Thursday, January 27, 2005

titik

. . . ....
. . . ....
. . . ....
. . . ....
. . . ....
. . . ....
. . . ....
I Love You

Mullah
311004
MH 711 Kl-Jkt 09:10

perahu

Lumayan tahan bendungan menampung genangan air hingga tak keluar dalam takaran jumlah kubik yang ada. Cukup dramatis peristiwa sejak awal, sungguh mata uang coin yang sama-sama difahami nilainya tanpa perlu meraba perbedaan di kedua permukaan.

Tidak pula ketegaran menghantui, sebab -justru- kelunakan mengarah kebijaksanaan sebagai sebuah kesadaran.
Tiaa yang mudah mengarungi bahtera ini, namun sungguh tiada yang sulit membina perahunya.

Alangkah penting untuk mengesampingkan yang tidak penting... mengesampingkan dalam arti menyedot intisari kepositifan semua kandungannya.

Belom berbentuk samudera yang dijalani... baru setakat selat... di depannya adalah sebenar samudera !

MH 158 KLIA-Cairo

sms oh sms

Sudah menjadi permadani agaknya jika 'kegelisahan' waktu yang ada -dalam takaran hari ini saja- walau bulu ulat sutra bahan dasarnya. Berkoar, menggelepar, memericik ke sana kemari, perhitungan ini perhitungan itu.
Dalam hitungan real 'matematik' inipun, bukan tanggung tercabiknya ketengan diri, belum lagi ditambah dengan keberadaan hitungan-hitungan inti ketenangan itu.

Bantal, guling, kasur, sarung di kamar ini mungkin mntah-muntah menghirup hapaknya keberadaan tiada beranjak ini. Satu gari yang sangat kuat mencengkram kemungkinan-kemungkinan 'bising' yang ditimbulkan, melainkan 'bak perawan berdarah manis'.

Duhai sms yang begitu mendominasi kontrol keadaan-keadaan diatas, berat... sungguh berat sangat, kali ini! ianya baru aja bermula.. dan agak panjangan arungan yang bakal dilewati, kali ini !

Kekuatan yang mesti ada adalah kebersamaan bathin dengan terpisahnya secara fisik. Fisik bukan sepenuhnya perwakilah 'Lahir', melainkan salah satu aspeknya saja, walau lebih sering mendominasi. Yang lebih ditekankan adalah, secara lahir, sikap yang ada dari kedua dalam arungan dimana ia -adalah- tetap dalam ikatan kuatanya bathin si penguasa tindak tanduknya (lahir). Sungguh sederhana jika bermidalkan pemahaman berdasarkan cinta.

Sungguh gelisah... sungguh rindu!
Sungguh gundah... sungguh rindu!
Sungguh tiada menentu... sungguh rindu!
Sungguh tau apa yang dimaui... sungguh cinta!!!

02-11-04
Condet, Jkt. 14:08.

Sungguh Rindu

bak butiran-butiran batu yang terus dirajut menjadi lingkaran gelang yang sekarang sudah berada di pergelangan tangan.. malam ini menimbulkan pertanyaan .. apakah berakhir proses sebuah kesinambungan.. atau justru membengkak dan melebar serta terus meluas ke ketiadaan batas dan tepi ?

ia tidak berhenti.. prosesnya tak perlu dipertanyakan karena ia telah keluar dari gelanggang pertanyaan serta jawaban.
ia juga tidak dicukupi oleh bahasa memaparkan sifat-sifat nya..
ia tidak sama sekali berhenti ..

permasalahan yang ada ialah objek dari itu semua..
rindu kah ..
bertanyakah ..
jawabannya kah ..
rindu ?

tidak lupa, di lengan satunya lagi telah melingkar sebuah mahkota yang dilepaskan sebab sebuah rasa, atau memang ia patut dipastikan sebagai sebuah rasa.

mengapa begitu mencuat ketakutan-ketakutan yang sebenarnya sebuah harapan untuk tidak terbukti dan tidak pernah berlaku substansi ketakutan itu. sungguh malam ini keindahan bercinta menghujani diri beserta sambaran2 kilat kerinduannya menyengat jiwa. sungguh !

untukmu yang sedang terlelap yang mudah2an bermimpi indah, sungguh merindu yang menulis ini kepadamu.

diri; hati,pemikiran, perasaan

satu sisi aku merasa kalau sikap dan pertanyaan2 yang

selalu ku lontarkan adalah perwakilan dari rasa
cintaku rasa sayangku dan aku yakin itulah
landasannya.. tak pernah terpikir sama sekali untuk
membatasi, menghalangi gerak dan langkahnya selama itu
positif; positif bagi dia dan juga bagi kami. Selama
ini aku meyakini kalau pantas untuk berucap kami dalam
hal seperti ini.. tapi sekarang ada sedikit kecemasan
kalau2 kata itu belom pas untuk keadaan skarang ini
karena memang gambarannya tidak demikian yg
dipraktekkan. Kalau ini dibilang ego, ok tak ku
pungkiri.. tapi apa tidak ada kebenaran melekat di hal
ini?
seideal2nya sebuah kebersamaan memang tetaplah ada
batas dan hak perindividu juga kewajiban yg tak dapat
dipungkiri dibanyak kesempatan mesti berbeda antara
satu dan lain. tapi sudah idealkah kebersamaan kita ?
sudah ? sudah sampai pada taraf yang dipengecualian2
itu?

satu sisi, tersadarkan juga dengan kekanak2an sikap.
tapi walau demikian, andai memang aku bersikap
kanak2.. sampai taraf ini pun hanya cinta dan sayang
landasaannya.

aku memang suka bertanya,aku memang suka kejelasan,aku
tak suka kekaburan, tak suka keganjilan, aku tak suka
semua yang berlawanan dengan yang aku suka.. tapi
percayalah aku masih waras dan sadar penuh.

sungguh sulit jika 'diri' berhadapan dengan 'diri'.
kadangpun aku bingung, apa ku yang berbicara apaku
yang lantang bersuara.. hatikah, pikirankah,
perasaankah? sebab 3 unsur ini lah yang kusebut dengan
diri.
bayangkan gimana sulitnya ketika kebingunganku tehadap
diriku belom tuntas .. dipihak yang satu dirinya juga
sesuatu yang mesti ku hadapi; hatinya, pikirannya,
perasaannya.

sungguh perih diriku ketika hal2 yang perih menghujam,
begitupun terhadapnya.
sungguh perih diriku ketika berbuat yang perih melukai
dirinya, begitupun terhadapku.

semalam aku baru baca sebuah artikel, yg biasanya tak
pernah ku ambil pusing untuk mengintisarikannya.. tapi
ngak papalah, begini katanya:
-----
kenapa seseorang berteriak ketika emosi,jawabannya
sebab hatinya berjauhan, walau secara fisik berdekatan
suara yg lembut takkan membuat orang yg lagi emosi
mendengar kecuali dengan suara yang tinggi, ironisnya
semakin hati itu berjarak semakin diperlukan volume
suara yang tinggi.
lain dengan orang yang bercinta biarpun secara fisik
berdekatan ataupun berjauhan itu tidak pengaruh sebab
hati selalu dekat sehingga sehalus apapun suara bahkan
tanpa bahasa pun orang yang jatuh cinta bisa saling
memahami.
----

aku tidak peduli dengan gambaran diatas.. sebab emosi
dan cinta itu sendiri bisa diwakili oleh ketiga unsur
diri yang kusebut diatas, jadi penilainnya juga
berbeda tidak mesti terikat oleh gambaran cerita
artikel itu. walau satu point yang ku mau ambil..
adalah hal kejauhan hati. oh ya di akhir artikel ada
sebuah rangkuman bahwa jika hati sudah terasa jauh
janganlah bahasa membuatnya makin jauh. itu katanya.
dan ini yang ku maksudkan ingin ku ambil tadi.
problemnya, diriku adalah yg suka berbahasa.. tapi
tetap ini sesuatu yang mesti ku ambil.. mesti aku
pelajari dan belajar untuk tidak pernah berjauhan !

barusan aja 2 sms datang mempertanyakan kepositifan
pemikiran aku akannya.
pingin aja rasanya ngapus semua tulisan yang dah ku
ketik ini .. tapi sayang juga ku rasa...

diriku dengan dirinya akan sangat mudah dalam
perjalanan ini jika cinta dan sayang itu adalah sebuah
bentuk ideal yang mencuat dari diri seutuhnya, bukan
hanya salah satu unsur diri itu.
ini bukan vonis tapi ini pembelajaran berlaku buat
diriku dan dirinya.

Cinta

Bahasa adalah belenggu bagi kebebasan ekspresi hakikat, di samping

kemurnian nilainya yang tak patut secuilpun diremehkan. Kompleksitas
adalah keindahannya. Kesederhanaan adalah sikapnya merendahkan diri.
Terbatas, dibatasi dan batasan serta imbuhan/tambahan "tanpa" di depan
semua itu adalah sifatnya. Subject dan Object adalah lingkaran makna
"ekspresi" terhadap, akan, oleh dan darinya. Di akhir, ia juga
merupakan kebebasan bagi belenggu diam dan tanpa adanya aksi.

Cinta adalah ibu yang sedang mengandung ini.

by: Mullah
31-12-2004
bld.61/13 Nasr City

Saturday, January 22, 2005

Sederhana

tidak ada yang cukup rumit -sebetulnya- jika pada 'sesuatu' tidak dirasupi oleh
kerumitan itu sendiri. Jelas saja labelnya tidak berubah sebab tidak ada kesan yang
pantas mempermainkan nilainya. Sesuatu yang -masih sebetulnya- tidak rumit tersebut
juga tidak punya kelayakan untuk dipersulit dengan mengada-adakan yang tidak ada.

di sebalik itu...

tidak ada yang cukup mudah -kadang-kadang,walau tetap 'sebetulnya'- jika pada 'sesuatu' tetap lengket nilai-nilai kerumitan, baik secara 'cukup lengket' maupun sekedar nempel. namun juga tidak ada kesan yang cukup pantas jika yang diperankan adalah mempermainkan nilai-nilai. Sesuatu yang -masih sebetulnya- tidak mudah tersebut
juga tidak punya kelayakan untuk dipersulit dengan mengada-adakan yang tidak ada.

di depan ini...
cukupkanlah kesederhanaan dengan kesederhanaan, dan sederhanakanlah kerumitan dengan menyederhanakan 'wujudnya' sembari memperkaya 'penggalian' pada makna nilai-nilainya.

mullah, 5:17 PM 18/Jan/05
Melaka.

Catatan

Dan dengan menyebut apa yang disangkakan oleh orang-orang, berpikiran tidak objektif hanya akan menambah kesulitan diatas kesulitan, dan sesungguhnyapun semua itu tidak cukup berguna bagi harapan terwujudnya kemaksimalan dalam betafakkur akan ayat-ayat ilahi.sehingga yang sangat dibutuhkan adalah keterikatan akan objektifitas -di satu sisi- dan kebebasan dari keterikatan -yang mesti tetap mempertahankan objektifitas juga-. Permasahalan ini memang lumayan rumit, sebab batasan-batasan pada kedua sisi tersebut sangatlah tidak mudah untuk ditentukan sebagaimana memastikan perbedaan kedua sisi mata uang logam.
Objektifitas itu sendiri sebenarnya berada diatas logika kita. Dalam arti bahwa ia diibaratkan sebagai raja yang bertahta diatas singgasana... dan nilai-nilai singgasana itu adalah ditentukan oleh si raja itu sendiri. Yang menjadi objek adalah logika bukan sebaliknya. Sebab jika ia berada di bawah maka yang wujud hanya egoisme logika yang sangat sering membunuh bukan saja makna objektifitas tapi juga kebenaran hati dan kata-katanya. Alangkah sangat merugi jika kita tergelincir dalam langkah-langkah ini.